Selamat datang di blognya orang-orang yang selalu belajar Semoga blog ini dapat menjadi media pembelajaran dan komunikasi khususnya kader-kader IPNU-IPPNU Kab Cilacap

Galery PC IPNU IPPNU Cilacap

Senin, 25 April 2011

AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH

ASWAJA DAN PERUBAHAN ZAMAN

Sekilas Aswaja

            Berbicara mengenai paham Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali), bidang tauhid mengikuti Abu Hanifah Al-Asy’ari dan Abu Mansyur al-Maturidy, serta bidang  Tasawuf mengikuti Imam al-Ghozali dan Junaid al-Baghdadi. Itu merupakan kerangka metode berfikir bagi  pengikut Islam Aswaja yang mayoritas diikuti oleh organisasi NU.
            Sedangkan dilihat dari sejarah masalah definisi mengenai Aswaja itu berdasarkan  pada ungkapan umum dari Nabi yang kemudian dijadikan sebagai dasar aturan/pijakan Ahalussunah Wal Jamaah. Yaitu ungkapan “Ma ana ‘Alaihi wa Ashhaby” artinya jalan yang aku dan sahabatku tempuh). Jadi Islam yang benar adalah Islam yang mengikuti tuntunan Nabi dan para sahabatnya yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Sehingga siapapun yang mengikuti pola-pola Rasul dan para sahabat, bisa dikategorikan sebagai Ahlussunah.
            Sementara kita harus ketahui, bahwa Aswaja yang menjadi landasan berpikir orang Islam dan sekaligus sebagai acuan berfikir jami’iyah NU dapat terjadi karena merujuk kejadian dalam sejarah akibat pertikaian hebat dikalangan umat Islam saat itu. Dimana, saat itu adanya proses tahkim antara kelompok Ali dan Mua’wiyah, lalu melahirkan kelompok Syiah, Jabariyyah, Kwarij, Murji’ah dan Qodariyah yang kesemuannya muncul sebagai gerakan politik murni, yang dibungkus dengan akidah dengan saling mengkafirkan dan menyalahkan yang lain. Kemudian untuk membuat umat Islam agar tidak terjebak  dengan segala persolaan konflik  politik munculah kelompok Ahlussunah dengan sikap moderat antara kelompok-kelompok tersebut. Dan aliran Aswaja membuat sikap moderat dengan mengutamakan gerakan kultural, ilmiyah dan mencari kebenaran secara jernih.
            Oleh sebab itu, dengan melihat kenyataan sejarah munculnya aswaja tidak sekedar mengikuti Nabi dan para sahabatnya, tapi lebih merupakan metode berfikir yang mencakup seluruh aspek kehidupan dengan berlandaskan dengan sikap moderat, toleransi dan menjaga keseimbangan. Dan di Indonesia sendiri Aswaja muncul sebagai perhatian dan reaksi atas terjadinya penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang dilakukan oleh sekelompok yang mengaku atau mengatasnamakan diri sebagai pemabaharu. Sebagai gerakan pemeliharaan pemurnian ajaran Islam, kaum Ahlussunah wal jamaah selalu berpedoman pada prinsip al-Tawasuth atau jalan tengah yang meliputi sikap at-tawazun (keseimbangan hukum, harmonisasi), al-i’tidal” (tegak lurus, lepas dari penyimpangan ke kanan dan kiri), dan “al-Iqtishod” (sederhana, menurut keperluan yang wajar dan tidak berlebihan).
            Dalam menggunakan landasan berfikir seperti diatas, Asawaja mempunyai pengaruh yang amat besar dalam kehidupan ini. Sikap toleran, terbuka dan akomodatif akan menjadikan Aswaja mampu meredam beragai gejolak umat. Corak pemikiran ini sangat nampak dalam persoalan aqidah, fiqh (hukum Islam) dan akhlak bahkan dalam persoalan sosial politik mupun budaya sekalipun.

Aswaja dan Ajarannya

            Dalam bidang aqidah, Aswaja lebih merupakan jalan tengah dari perdebatan yang terjadi waktu itu, misalnya mencoba menengahi pemikiran aliran mu’tazilah yang beranggapan bahwa sifat-sifat Allah itu tidak ada. Atau saat terjadi perdebatan mengenai perbuatan Tuhan dan manusia, Aswaja menolak kelompok jabariyah yang berpendapat bahwa meniadakan peran manusia dalam perbuatannya sendiri. Dan ia juga menolak paham mu’tazilah yang karena menafikkan campur tangan Tuhan dalam perbuatan manusia. Sehingga maksud aliran Aswaja disini, tidak mudah unuk mengkafirkan orang yang tidak sepaham selama seseorang masih memiliki jiwa Tauhid kepada Allah dengan membuang segala bentukk kemusyrikan kepada-Nya.
            Maka aliran Aswaja dalam bidang aqidah tetap berpegang teguh pada nash dan menempatkan akal, ilmu dan filsafat serta logika sebagai sarana pembantu untuk memahami nash (keseimbangan antara dalil naqli dan aqli), sehingga dalam bersikap dalam batas yang wajar. Begitu pula, dalam menghadapi dan memutuskan permasalahn tidak mudah terjerumus dalam sikap yang ekstrim. Sehingga secara garis besar ajaran Ahlussunah wal-jamaah dalam bidang akidah dirumuskan dalam rukun iman yang meliputi ; percaya kepada Allah, pecaya kepada malaikat Allah, percaya kepada kitab-kitab Allah, percaya kepada utusan-utusan Allah, percaya kepada hari akhir dan percaya kepada Qodlo dan Qadar.  
            Dalam bidang Syari'ah sangat berbeda dengan bidang teologi. syari’ah arti bahasa berarti jalan, sedang dari istilahnya adalah hukum agama. Yang berasal dari hukum yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya dengan perantara rasul-Nya. Dan cara kaum Aswaja untuk menetapkan suatu hukum gama dengan jalan menggali dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah (Hadits). Yang disertai usaha dengan sungguh-sungguh mencurahkan segala kemampuan, menggali dalil-dalil untuk menetapkan suatu hukum yang disebut ijtihad. Dan kadang-kadang penggalian dalil al-Qur’an atau hadits itu ditempuh dengan jalan Qiyas atau analogi.
            Dalam bidang Tasawuf  atau akhlak bertindak sopan santun atau etika, moral dan kesusilaan. Akhlak yang luhur akan menolak sikap-sikap tathowwur (teledor tanpa perhitungan) dan al-jubn (penakut), al-takabbur wa tadollul (terlalu tinggi menilai diri sendiri atau terlalu merendah), al-Bukhl wa Israf (bakhil dan boros). Seperti Imam al-Ghozali memberikan arti akhlak adalah ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan atau pikiran terlebih dahulu. Sehingga dengan tasawuf adalah mengadakan bimbingan jiwa agar agar kualitas ibaadah dan keislaman seseorang benar-benar sempurna. Tasawuf membimbing manusia agar mengenali hakekat sebagai hamba yang lemah untuk kemudian selalu berorientasi kepada Allah dalam setiap perbuatannya. Maka inti dari ajaran tasawuf adalah ikhlas mengabdi dengan Allah.
            Bidang Tasawuf merupakan bukti bahwa NU sebagai pembela dan penegak ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah. Kemudian upaya untuk melestarikan ajaran  tasawuf sunni pada tanggal 10 Oktober 1957 para kiai NU mendirikan suatu badan federasi bernama "pucuk pimpinan Jam'iyah Thariqah Mu'tabarah".
             Disamping moderat dalam bidang fiqh, aqidah dan tasawuf, juga moderat dalam bidang sosial-politik dan budaya. Hal ini nampak jelas dalam konsep negara yang harus didasarkan pada prinsip syuro (musyawarah), al-Adl (keadilan), al-Musawa (persamaan) dan al-Hurriyah (kebebasan). Dengan menunjukkan sikap ini berarti akan menuju sebuah negeri yang demokratis dan berkeadilan.
            Dalam masalah sosial-budaya Aswaja lebih lebih banyak sikap toleran terhadap kebudayaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat tanpa secara  subtansial melibatkan diri didalamnya tapi justru mengarahkan kebudayaan tersebut. Karena dalam tradisi sunni tidak memiliki signifikasi yang kuat untuk memformalkan kebudayaan bahkan cukup terkesan kultur-kultur lokal didalamnya.
            Pada akhirnya, sikap toleran, moderat, terbuka dan menjaga keseimbangan yang diusung oleh Ahlussunah waljamaah tersebut memberikan makna khusus hubungannya dengan dimensi kehidupan-kemanusian secara luas. Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama di Indonesia saat ini, dengan nilai-nilai aswaja akan membuat kita jujur pada diri kita sendiri terhadap segala kekurangan dan kelebihan.

NU dalam menyebarkan Aswaja
            Sebagaimana kita ketahui bahwa pembentukan jam'iyah NU tidak lain merupakan upaya pengorganisasian potensi dan peran ulama pesantren yang sudah ada sejak berabad-abad lamanya. Apa yang dilakukan oleh para ulama pesantren kala itu adalah mengajarkan, memperjuangkan dan mengembangkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunah Wal Jamaah.
            Bahkan tidak hanya itu, tetapi sekaligus juga  menjaga kelestariannya dengan jalan membela dan mempertahankan ajaran-ajaran Aswaja daqri pengaruh maupun ancaman faham-faham lain yang tidak sejalan dengan faham Aswaja. Baik yang datang dari kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok islam modernis maupun aliran-aliran lain yang menyimpang dari nilai-nilai yang menyimapang dari nilai-nilai yang diajarkan oleh al-Qur'an dan al-Hadits.
            Dan itu dibuktikan oleh peran ulama dalam mempertahnakan Aswaja dalam perang paderi di Sumatera utara dimana kaum tradisional menentang kaum modernis dalam upaya mencampuri dengan faham baru. Menentang kaum wahabi yang berkeinginan  untuk menghancurkan faham Aswaja dan tradisinya.
            Dengan berkat warisan peran ulama saat itu Aswaja akhirnya mampu menjadi darah daging bangsa Indonesia, baik dalam akidah, syari'at amaliahnya. Sehingga Aswa dalam menghadapi perubahan zaman sangat perlu dilestarikan lewat NU lewat usaha beberapa hal;
Pertama, meningkatkan pemahaman terhadapp makna ajaran Aswa dengan mengadakan kajian secara intensif, penelitian, seminar, diskusi, bahstul masa'il dan lain-lain. Sehingga ajaran Aswaja dapat dipahami secara lebih luas tidak hanya menyangkut masalah akidah dan syari'at semata, akan tetapi juga masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Kedua,  Memasyarakatkan ajaran Aswaja di tengah-tengah umat Islam yang tidak hanya sebagai ajaran tetapi juga sebagai nilai dari segala aspek kehidupan melalui ceramah, pengajian, kursus-kursus dan pelajaran sekolah. Bahkan Aswaja menjadi kurikulum wajib di semua madrasah dan khususnya sekolah-sekolah yang berada dalam naungan Ma'arif Nahdlatul Ulama.
Ketiga, melestarikan amaliah yang telah dirintis oleh para pendahulu yang membawa dan mengembangkan Islam di Indonesia seperti melaksanakan salat ghaib bagi warga NU yang telah meninggal dunia, membaca tahlil, Yasiinan di Musholla, masjid atau amalan lain yang mencerminkan ibadah dan praktek Aswaja.
    Hal tersebut merupakan konsekwensi, bahkan merupakan usaha-usaha NU dalam melestarikan dan mengembangkan Aswaja yang merupakan tujuan utama didirikannya NU sebagaimana dituangkan dalam anggaran dasar NU yang mempunyai tujuan untuk memberlakukan Islam yang berhaluan wal Jamaah.
Sebab adanya Khittah NU yang meliputi bidang faham keagamaan,  bidang kemasyarakatan dan bidang kehidupan Berbangsa dan Bernegara NU sudah mempunyai bekal lewat ajaran yang terkandung dalam al-Qur'an dan al-Hadits.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar