Selamat datang di blognya orang-orang yang selalu belajar Semoga blog ini dapat menjadi media pembelajaran dan komunikasi khususnya kader-kader IPNU-IPPNU Kab Cilacap

Galery PC IPNU IPPNU Cilacap

Senin, 25 April 2011

LEADERSHIP

KEPEMIMPINAN



A.    Arti Kepemimpinan

·         Kepemimpinan adalah suatu kekuatan yang menggerakkan perjuangan atau kegiatan seseorang menuju sukses. Dalam diri setiap orang terdapat potensi kepemimpinan, namun sebagian besar tidak disadari olehnya (Robert Schuller)
·         Kepemimpinan bersifat murni subjektif dan sulit diukur secara objektif. Kepemimpinan tidak ada rumusnya dan tidak bisa diajarkan (Geneen).
·         Kepemimpinan adalah suatu bentuk seni yang unik, yang membutuhkan kekuatan dan visi pada tingkat yang luar biasa (Richard Nixon).
·         Kepemimpinan adalah mitos, atau setidak-tidaknya mengandung unsur mitos, karena merupakan keterampilan yang langka. Ia adalah suatu proses insani, penuh dengan uji coba, menang atau kalah, banyak menyita waktu, sesuatu yang kebetulan. Pendeknya, kepemimpinan adalah kharismatik (Bennis dan Nanus).
·         Kepemimpinan sesungguhnya bersumber dari keunggulan manusia, tetapi tidak ada resep atau formula untuk menjalankanya. Ia menyita begitu banyak waktu, memerlukan kerja keras, dan selalu dihantui dengan sinisme. Ia mencari sejauh mana definisi kepemimpinan memberi perhatian pada kualitas kepemimpinan.
·         Kepemimpinan yang berkualitas adalah kemampuan atau seni memimpin orang biasa untuk mencapai hasil-hasil yang luar biasa (Glenn).
·         Kepemimpinan adalah dipahami sebagai proses Dinamis mempengaruhi dan memperkembangkan orang, kelompok atau komunitas untuk mencapai suatu tujuan bersama.

B.    Unsur Kepemimpinan

Dari pengertian tersebut terdapat beberapa unsur kepemimpinan yang perlu dipahami, yaitu ;
1.     Adanya yang dipimpin, baik itu pribadi, anggota kelompok atau komunitas masyarakat.
2.     Adanya pemimpin.
3.     Adanya kegiatan yang menmggerakkan atau melibatkan orang.
4.     Adanya tujuan yang hendak dicapai.
5.     Adanya proses dalam kelompok.
Seorang pemimpin dengan demikian mengambil posisi sebagai pengorganisasi kelompok/anggota kelompok untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian seorang pemimpin membutuhkan tidak saja pengetahuan yang lebih luas mengenai apa yang ingin dituju dan cara mencapai tujuan tersebut, tetapi juga teknik untuk memenangkan hati dan pikiran anggota kelompok tersebut, agar secara sukarela mengembangkan “tenaga dan pikiran” untuk keperluan pencapaian tujuan organisasi.

C.    Hukum Kepemimpinan

Sukses dan gagalnya suatu organisasi melaksanakan misinya hanya dapat diketahui jika pemimpin menjalankan tugasnya dengan baik. Beberapa hukum kepemimpinan yang menuntun seorang pemimpin agar sukses adalah,
1.     berkomunikasi
2.     mengkoordinasi
3.     mengorganisasi
4.     memotivasi
5.     memanfaatkan sumber daya
6.     menetapkan pedoman kerja
7.     mengklarifikasi harapan-harapan

D. Pendekatan Kepemimpinan

Untuk memahami kepemimpinan dapat digunakan empat macam pendekatan
a.                                                    pendekatan Sifat (trait approach)
Pada pendekatan ini dibahas tentang sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin, antara lain banyak mengetahui  (well-informed), tidak kaku (flexible), selalu berperan serta, tidak otoriter (dempkratis), dan tidak suka menyerang dengan kata-kata. Keith Davis (Thoha, 1983) menggambarkan sifat-sifat kepemimpinan itu sebagai kecerdasan, kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, motivasi diri dan mendorong berprestasi, serta sikap hubungan kemanusiaan.

b.     Pendekatan Gaya (stylistyc approach). Dalam kaitan ini ada empat gaya kepemimpinan (menurut Gatto, 1992), yang meliputi;
·          Gaya direktif. Pada dasarnya gaya ini adalah gaya otoriter, yakni semua kegiatan terpusat pada pemimpin sedangkan orang lain diberi sedikit saja kebebasan untuk berkreasi dan bertindak seperti keinginan pemimpin.
·          Gaya kolsultatif. Gaya ini memberi fungsi pemimpin sebagai tempat konsultasi, pemberi bimbingan, motivator, memberi nasehat dalam rangka mencapai tujuan.
·          Gaya partisipatif. Gaya ini bertolak dari gaya konsultatif yang berkembang  kearah saling percaya antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan kepada orang lain, banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan.
·          Gaya free-rein atau gaya delegasi yaitu gaya yang mendorong kemampuan staf untuk mengambil inisiatif. Gaya ini hanya bisa berjalan jika staf memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan sasaran organisasi.

c.   Pendekatan Situasional (situational approach)
Efektivitas organisasi, menurut Fiedler (19740, tergantung pada dua variabel yang saling berinteraksi, yaitu sistem motivasi dari pemimpin, dan tingkat atau keadaan yang menyenangkan dari situasi. Sehingga, menurutnya, situasi kepemimpinan digolongkan pada tiga dimensi;
·          Hubungan pemimpin-anggota, yaitu bahwa pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggotanya
·          Struktur tugas yaitu bahwa penugasan yang terstruktur  baik, jelas, ekplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh daripada sebaliknya
·          Posisi kekuasaan, pemimpin akan mempunyai pengaruh dan kekuasaan apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi ganjaran, hukuman, mengangkat dan memecat, daripada kalau ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.
Kepemimpinan yang efektif ialah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha dan iklim yang koperatif dalam kehidupan organisasional dan yang tercermin dalam kecekatannya mengambil keputusan (Siagian, 1982).
d.  Pendekatan Fungsional
Raymond Cattell dianggap pelopor teori ini. Ia berasumsi bahwa sesuatu perilaku yang dapat memberi sumbangan pada pencapaian tujuan kelompok dianggap sebagai kepemimpinan, tidak peduli siapa yang menampilkan perilaku tersebut. Gaya kepemimpinan yang objektif dan tidak memihak ternyata mendorong produktivitas kelompok dibandingkan gaya supervisi perseorangan. 

E. Teori-teori Kepemimpinan
 Beberapa kelompok teori kepemimpinan;
1.     Teori-teori orang besar (Great-Man Theories)
2.     Teori-teori sifat (Trait theories)
3.     Teori-teori Lingkungan (environmental theories) 
Tiap masa mempunyai keunikan dan melahirkan pemimpin yang mempu mengisi kekosongan pada saat itu. Tampilnya pemimpin sebenarnya itergantung pada kemampuan dan ketrampilannya menyelesaikan masalah sosial yang memang sangat dibutuhkan di saat timbul ketegangan, perubahan-perubahan, dan adaptasi.
4.     Teori-teori Situasional-Pribadi (personal-Situational theories)
Berdasarkan teori ini kepemimpinan dihasilkan oleh tiga faktor yang saling berkaitan, yaitu; (1) sifat-sifat pribadi pemimpin; (2) warna dan karakteristik kelompoknya; (3) peristiwa, perubahan, atau masalah yang dihadapi oleh kelompok tersebut.
5.     Teori-teori Psikhoanalitik (Psychoanalytic Theories)
Teori ini menginterpretasikan pemimpin sebagai figur seorang ayah, sebagai sumber kasih dan ketakutan, simbol superego, tempat pelampiasan kekecewaan, frustasi dan agresivitas para pengikut, tetapi juga sebagai orang yang membagi kasih kepada pengikutnya. Pemimpin seperti ini cenderung dan mampu untuk membangkitkan keyakinan, mampu mengatikulasikan cita-cita dan ide, dapat mendominasi para pengikut yang terlebih dahulu sudah siap secara psikologis untuk itu.
6.         Teori-teori Antisipasi-Interaksi (Interaction-Ekpectation theories)
Dua model dalam teori ini antara lain:
    • Leader Role Theory. Variabel utama kepemimpinan ini: action, interaction  dan sentiment. Apabila frekuensi interaksi dan peran serta dalam aktivitas bersama itu meningkat maka perasaan saling memiliki akan timbul dan norma-norma kelompok akan makin jelas. Kepemimpinan ini didefinisikan dalam kerangka pendorong lahirnya interaksi.
    • A Stage Model. Dalam model ini bila pemimpin meninmgkatkan ketrampilan bawahannya, itu juga berarti mendorong bawahan untuk meningkatkan motivasi. Artinya ketrampilan dan motivasi itu akan memperbaiki efektivitas bawahan sendiri.
7.      Teori-teori Manusiawi (Humanistic theories)
         Teori ini menekankan tumbuh kembangnya organisasi yang efektif dan kohesif. Fungsi kepemimpinan ialah memodifikasi organisasi sedemikian rupa sehingga orang-ornag dalam organisasi merasa memiliki kebebasan untuk merealisasikan potensi motivasionalnya dalam memenuhi kebutuhannya, tetapi juga pada saat bersamaan dapat memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi.


8.     Teori-teori Pertukaran (Excange Theories)
Bahwa sebenarnya interaksi sosial merupakan suatu bentuk pertukaran (a form of exchange) yang anggota-anggota kelompok memberi dan menerima kontribusi secara sukarela atau Cuma-Cuma

F   Elemen Kepemimpinan
Bleke dan Mouton (1986) mengajukan enam elemen dalam kepemimpinan efektif;
  1. initiative. Pemimpin mengambil inisiatif jika ia melakukan aaktivitas tertentu dan aktivitas itu dilakukan dengan kemauan keras dan didukung oleh bawahan dengan antusiasme.
  2. Inquiry (menyelidiki). Pemimpin selalu butuh informasi yang keomprehensif mengenai bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk itu ia perlu mempelajari latar belakang segala hal.
  3. Advocacy (Dukungan dan Dorongan). Seorang pemimpin perlu mendukung ide yang dimaksud dan meyakinkan orang lain untuk berbuat hal yang sama.
  4. Conflict Solving (memecahkan masalah). Pemimpin wajib menyelesaikan konflik dalam organisasi.
  5. Decision Making (Pengambilan Keputusan). Keputusan yang dibuat hendaknya memberi keuntungan bagi kebanyakan orang.
  6. Critique (Kritik). Kritik diartikan sebagai mengevaluasi, menilai. 

G.    Dimensi Kepemimpinan

      Dalam konteks kepemimpinan, terdapat dua dimensi yang perlu dikembangkan, yaitu pertama,  berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction)  dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpin. Kedua, berkenaan dengan rtingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
       Apa yang semestinya dilakukan oleh pemimpin agar kedua dimensi tersebut terpenuhi dan pada gilirannya membuat organisasi berjalan produktif? Apa yang harus dilakukan pemimpin agar ia dapat memberikan “arahan” yang dapat diterima pengurus lain/anggota organisasi serta agar memperoleh dukungan yang maksimal dari keseluruhan elemen organisasi atau mereka-mereka yang dipimpin?

Ada dua tugas utama yang dapat dijelaskan dalam konteks ini
  1. Tugas yang berkaitan dengan sesuatu yang ingin dikerjakan, atau berhubungan dengan kinerja organisasi.
Hal ini meliputi:
(a)      mengupayakan agar kelompok/organisasi melakukan kegiatan tertentu. Dalam hal ini kemampuan untuk mendorong inisiatif anggota akan sangat menentukan.
(b)      Mengatur arah dan langkah kegiatan kelompok/ organisasi.
(c)      Memberikan informasi atau megorganisasi informasi yang dibutuhkan kelompok dalam melaksanakan kegiatan.
(d)      Memberikan dukungan.
(e)        Menilai, mengembangkan mekanisme penilaian terhadap hasil kerja kelompok,
(f)         Menyimpulkan, mengorganisasikan gagasan yang berkembang dalam organisasi/ kelompok untuk keperluan menjadi landasan tindakan-tindakan selanjutnya.
Rincian tugas di ats tentu saja tidak perlu dipahami sebagai suatu tugas individual, melainkan patut dilihat sebagai suatu tugas kepemimpinan yang dapat dilakukan secara individual meupun kolektif. Inti dari tugas pertama tersebut adalah mengupayakan sedemikian rupa sehingga seluruh potensi organisasi dapat secara optimal dipergunakan sebagai wahana mencapai tujuan organisasi.
  1. Tugas yang berkaitan dengan menjaga huibungan dinamis antarpengurus/anggota kelompok/ organisasi.
Hal ini meliputi:
(a)     Mendorong, yakni usaha pemimpin untuk menstimulasi atau memberi rangsangan pada pengurus lain/anggota untuk mengembangkan sesuatu, terutama agar tercipta suasana penuh kekompakan  dalam organisasi.
(b)     Mengungkapkan, yakni kesediaan pemimpin untuk berbagai pendapat dan informasi dengan mereka yang dipimpin, termasuk pula kemauan untuk memberi kesempatan yang dipimpin untuk mengungkapkan hal-hal yang menjadi kepeduliannya.
(c)     Mendamaikan, yakni mengupayakan adannya penyelesaian konflik dalam organisasi secara baik dan tepat, bukan dengan tujuan untuk anti organisasi.
(d)     Mengalah, yakni kesediaan pemimpin untuk menyadari lebuh terbiasa menerima kritik dan bersedia mengubah diri bila keliru.
(e)     Memperlancar, yakni sikap dan tindakan pemimpin yang ditujukan untuk memprmudah partisipasi mereka yang dipimpin dalam kegiatan organisasi dan usaha-usaha pencapaian tujuan organisasi.
(f)      Memasang aturan main (rule of the game).  Dalam hal ini pemimpin menjadi teladan sekaligus “penjaga utama” berbagai aturan main yang disepakati, sehingga ketertiban dapat
(g)      diwujudkan dalam organisasi. Inti dari seluruh tugas tersebut adalah kebutuhan untuk mengembangkan hubungan yang produktif di kalangan pengurus/ anggota kelompok/ organisasi, yang pada gilirannya dapat mengefektifkan pencapaian organisasi. Wassalam.

D.    Tipe Kepemimpinan


TIPE PEMIMPIN
IMPLIKASI DALAM PENGEMBANGAN KEGIATAN ORGANISASI

OTORITER

Pemimpin membuat keputusan dan Mengumumkannya kepada pengurus/anggota organisasi, tanpa keinginan atau tanggung jawab untuk mendiskusikan alasannya dengan mereka.
Pemimpin membuat dan mengumumkanya keputusannya, tapi “menawarkanya” kepada pengurus lain/anggota dengan cara menjelaskan alasan-alasannya yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu (monolog)
Pemimpin Mengumumkan keputusannya dan mempersilahkan pengurus lain/anggota mengajukan pertanyaan jika ada yang dianggap tidak jelas (ada dialog, tetapi tanpa keinginan sama sekali untuk mengubah keputusan tersebut, kecuali dalam hal-hal yang bersifat teknis)

KONSULTATIF

(DEMOKRAT)
Pemimpin menyampaikan keputusan pokok yang masih “kasar” (tentatif) dan mengajak pengurus lain/anggota untuk mengubah jika perlu (ada dialog dengan keinginan mengubah atau memperbaiki keputusan).
Pemimpin menyampaikan gambaran keadaan dan masalah yang dihadapi pada pengurus lain/anggota, lalu mengajak anggota membahasnya bersama dan akhirnya membuat keputusan berdasarkan masukan-masukan yang diperolehnya dari diskusi dengan mereka.
Pemimpin mengajak pengurus lain/anggota untuk mengidentifikasi bersama tentang gambaran situasi dan masalah yang dihadapi dan membuat kesimpulan bersama, meskipun kata putus tetap diambil oleh sang pemimpin.

PARTISIPATIF

Pemimpin mengajak pengurus lain/anggota mendiskusikan keadaan dan masalah yang dihadapi dan membuat keputusan bersama-sama, tetapi keputusan yang diambil digariskan batas-batas ketentuannya oleh sang pemimpin berdasarkan keadaan nyata organisasi (misalnya; plafon dana, batas waktu penyelesaian, dsb)
Pemimpin mengajak pengurus lain/anggota membahas keadaan dan masalah yang dihadapi, mendiskusikan bersama dan membuat keputusan bersama tanpa pembatasan dan ketentuan, sepenuhnya diserahkan pada diskusi mereka. Pemimpin hanya mengorganisir diskusi tersebut.


AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH

ASWAJA DAN PERUBAHAN ZAMAN

Sekilas Aswaja

            Berbicara mengenai paham Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali), bidang tauhid mengikuti Abu Hanifah Al-Asy’ari dan Abu Mansyur al-Maturidy, serta bidang  Tasawuf mengikuti Imam al-Ghozali dan Junaid al-Baghdadi. Itu merupakan kerangka metode berfikir bagi  pengikut Islam Aswaja yang mayoritas diikuti oleh organisasi NU.
            Sedangkan dilihat dari sejarah masalah definisi mengenai Aswaja itu berdasarkan  pada ungkapan umum dari Nabi yang kemudian dijadikan sebagai dasar aturan/pijakan Ahalussunah Wal Jamaah. Yaitu ungkapan “Ma ana ‘Alaihi wa Ashhaby” artinya jalan yang aku dan sahabatku tempuh). Jadi Islam yang benar adalah Islam yang mengikuti tuntunan Nabi dan para sahabatnya yang bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Sehingga siapapun yang mengikuti pola-pola Rasul dan para sahabat, bisa dikategorikan sebagai Ahlussunah.
            Sementara kita harus ketahui, bahwa Aswaja yang menjadi landasan berpikir orang Islam dan sekaligus sebagai acuan berfikir jami’iyah NU dapat terjadi karena merujuk kejadian dalam sejarah akibat pertikaian hebat dikalangan umat Islam saat itu. Dimana, saat itu adanya proses tahkim antara kelompok Ali dan Mua’wiyah, lalu melahirkan kelompok Syiah, Jabariyyah, Kwarij, Murji’ah dan Qodariyah yang kesemuannya muncul sebagai gerakan politik murni, yang dibungkus dengan akidah dengan saling mengkafirkan dan menyalahkan yang lain. Kemudian untuk membuat umat Islam agar tidak terjebak  dengan segala persolaan konflik  politik munculah kelompok Ahlussunah dengan sikap moderat antara kelompok-kelompok tersebut. Dan aliran Aswaja membuat sikap moderat dengan mengutamakan gerakan kultural, ilmiyah dan mencari kebenaran secara jernih.
            Oleh sebab itu, dengan melihat kenyataan sejarah munculnya aswaja tidak sekedar mengikuti Nabi dan para sahabatnya, tapi lebih merupakan metode berfikir yang mencakup seluruh aspek kehidupan dengan berlandaskan dengan sikap moderat, toleransi dan menjaga keseimbangan. Dan di Indonesia sendiri Aswaja muncul sebagai perhatian dan reaksi atas terjadinya penyimpangan-penyimpangan ajaran agama yang dilakukan oleh sekelompok yang mengaku atau mengatasnamakan diri sebagai pemabaharu. Sebagai gerakan pemeliharaan pemurnian ajaran Islam, kaum Ahlussunah wal jamaah selalu berpedoman pada prinsip al-Tawasuth atau jalan tengah yang meliputi sikap at-tawazun (keseimbangan hukum, harmonisasi), al-i’tidal” (tegak lurus, lepas dari penyimpangan ke kanan dan kiri), dan “al-Iqtishod” (sederhana, menurut keperluan yang wajar dan tidak berlebihan).
            Dalam menggunakan landasan berfikir seperti diatas, Asawaja mempunyai pengaruh yang amat besar dalam kehidupan ini. Sikap toleran, terbuka dan akomodatif akan menjadikan Aswaja mampu meredam beragai gejolak umat. Corak pemikiran ini sangat nampak dalam persoalan aqidah, fiqh (hukum Islam) dan akhlak bahkan dalam persoalan sosial politik mupun budaya sekalipun.

Aswaja dan Ajarannya

            Dalam bidang aqidah, Aswaja lebih merupakan jalan tengah dari perdebatan yang terjadi waktu itu, misalnya mencoba menengahi pemikiran aliran mu’tazilah yang beranggapan bahwa sifat-sifat Allah itu tidak ada. Atau saat terjadi perdebatan mengenai perbuatan Tuhan dan manusia, Aswaja menolak kelompok jabariyah yang berpendapat bahwa meniadakan peran manusia dalam perbuatannya sendiri. Dan ia juga menolak paham mu’tazilah yang karena menafikkan campur tangan Tuhan dalam perbuatan manusia. Sehingga maksud aliran Aswaja disini, tidak mudah unuk mengkafirkan orang yang tidak sepaham selama seseorang masih memiliki jiwa Tauhid kepada Allah dengan membuang segala bentukk kemusyrikan kepada-Nya.
            Maka aliran Aswaja dalam bidang aqidah tetap berpegang teguh pada nash dan menempatkan akal, ilmu dan filsafat serta logika sebagai sarana pembantu untuk memahami nash (keseimbangan antara dalil naqli dan aqli), sehingga dalam bersikap dalam batas yang wajar. Begitu pula, dalam menghadapi dan memutuskan permasalahn tidak mudah terjerumus dalam sikap yang ekstrim. Sehingga secara garis besar ajaran Ahlussunah wal-jamaah dalam bidang akidah dirumuskan dalam rukun iman yang meliputi ; percaya kepada Allah, pecaya kepada malaikat Allah, percaya kepada kitab-kitab Allah, percaya kepada utusan-utusan Allah, percaya kepada hari akhir dan percaya kepada Qodlo dan Qadar.  
            Dalam bidang Syari'ah sangat berbeda dengan bidang teologi. syari’ah arti bahasa berarti jalan, sedang dari istilahnya adalah hukum agama. Yang berasal dari hukum yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya dengan perantara rasul-Nya. Dan cara kaum Aswaja untuk menetapkan suatu hukum gama dengan jalan menggali dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah (Hadits). Yang disertai usaha dengan sungguh-sungguh mencurahkan segala kemampuan, menggali dalil-dalil untuk menetapkan suatu hukum yang disebut ijtihad. Dan kadang-kadang penggalian dalil al-Qur’an atau hadits itu ditempuh dengan jalan Qiyas atau analogi.
            Dalam bidang Tasawuf  atau akhlak bertindak sopan santun atau etika, moral dan kesusilaan. Akhlak yang luhur akan menolak sikap-sikap tathowwur (teledor tanpa perhitungan) dan al-jubn (penakut), al-takabbur wa tadollul (terlalu tinggi menilai diri sendiri atau terlalu merendah), al-Bukhl wa Israf (bakhil dan boros). Seperti Imam al-Ghozali memberikan arti akhlak adalah ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan atau pikiran terlebih dahulu. Sehingga dengan tasawuf adalah mengadakan bimbingan jiwa agar agar kualitas ibaadah dan keislaman seseorang benar-benar sempurna. Tasawuf membimbing manusia agar mengenali hakekat sebagai hamba yang lemah untuk kemudian selalu berorientasi kepada Allah dalam setiap perbuatannya. Maka inti dari ajaran tasawuf adalah ikhlas mengabdi dengan Allah.
            Bidang Tasawuf merupakan bukti bahwa NU sebagai pembela dan penegak ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah. Kemudian upaya untuk melestarikan ajaran  tasawuf sunni pada tanggal 10 Oktober 1957 para kiai NU mendirikan suatu badan federasi bernama "pucuk pimpinan Jam'iyah Thariqah Mu'tabarah".
             Disamping moderat dalam bidang fiqh, aqidah dan tasawuf, juga moderat dalam bidang sosial-politik dan budaya. Hal ini nampak jelas dalam konsep negara yang harus didasarkan pada prinsip syuro (musyawarah), al-Adl (keadilan), al-Musawa (persamaan) dan al-Hurriyah (kebebasan). Dengan menunjukkan sikap ini berarti akan menuju sebuah negeri yang demokratis dan berkeadilan.
            Dalam masalah sosial-budaya Aswaja lebih lebih banyak sikap toleran terhadap kebudayaan dan tradisi yang berkembang di masyarakat tanpa secara  subtansial melibatkan diri didalamnya tapi justru mengarahkan kebudayaan tersebut. Karena dalam tradisi sunni tidak memiliki signifikasi yang kuat untuk memformalkan kebudayaan bahkan cukup terkesan kultur-kultur lokal didalamnya.
            Pada akhirnya, sikap toleran, moderat, terbuka dan menjaga keseimbangan yang diusung oleh Ahlussunah waljamaah tersebut memberikan makna khusus hubungannya dengan dimensi kehidupan-kemanusian secara luas. Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama di Indonesia saat ini, dengan nilai-nilai aswaja akan membuat kita jujur pada diri kita sendiri terhadap segala kekurangan dan kelebihan.

NU dalam menyebarkan Aswaja
            Sebagaimana kita ketahui bahwa pembentukan jam'iyah NU tidak lain merupakan upaya pengorganisasian potensi dan peran ulama pesantren yang sudah ada sejak berabad-abad lamanya. Apa yang dilakukan oleh para ulama pesantren kala itu adalah mengajarkan, memperjuangkan dan mengembangkan ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunah Wal Jamaah.
            Bahkan tidak hanya itu, tetapi sekaligus juga  menjaga kelestariannya dengan jalan membela dan mempertahankan ajaran-ajaran Aswaja daqri pengaruh maupun ancaman faham-faham lain yang tidak sejalan dengan faham Aswaja. Baik yang datang dari kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai kelompok islam modernis maupun aliran-aliran lain yang menyimpang dari nilai-nilai yang menyimapang dari nilai-nilai yang diajarkan oleh al-Qur'an dan al-Hadits.
            Dan itu dibuktikan oleh peran ulama dalam mempertahnakan Aswaja dalam perang paderi di Sumatera utara dimana kaum tradisional menentang kaum modernis dalam upaya mencampuri dengan faham baru. Menentang kaum wahabi yang berkeinginan  untuk menghancurkan faham Aswaja dan tradisinya.
            Dengan berkat warisan peran ulama saat itu Aswaja akhirnya mampu menjadi darah daging bangsa Indonesia, baik dalam akidah, syari'at amaliahnya. Sehingga Aswa dalam menghadapi perubahan zaman sangat perlu dilestarikan lewat NU lewat usaha beberapa hal;
Pertama, meningkatkan pemahaman terhadapp makna ajaran Aswa dengan mengadakan kajian secara intensif, penelitian, seminar, diskusi, bahstul masa'il dan lain-lain. Sehingga ajaran Aswaja dapat dipahami secara lebih luas tidak hanya menyangkut masalah akidah dan syari'at semata, akan tetapi juga masalah-masalah sosial kemasyarakatan.
Kedua,  Memasyarakatkan ajaran Aswaja di tengah-tengah umat Islam yang tidak hanya sebagai ajaran tetapi juga sebagai nilai dari segala aspek kehidupan melalui ceramah, pengajian, kursus-kursus dan pelajaran sekolah. Bahkan Aswaja menjadi kurikulum wajib di semua madrasah dan khususnya sekolah-sekolah yang berada dalam naungan Ma'arif Nahdlatul Ulama.
Ketiga, melestarikan amaliah yang telah dirintis oleh para pendahulu yang membawa dan mengembangkan Islam di Indonesia seperti melaksanakan salat ghaib bagi warga NU yang telah meninggal dunia, membaca tahlil, Yasiinan di Musholla, masjid atau amalan lain yang mencerminkan ibadah dan praktek Aswaja.
    Hal tersebut merupakan konsekwensi, bahkan merupakan usaha-usaha NU dalam melestarikan dan mengembangkan Aswaja yang merupakan tujuan utama didirikannya NU sebagaimana dituangkan dalam anggaran dasar NU yang mempunyai tujuan untuk memberlakukan Islam yang berhaluan wal Jamaah.
Sebab adanya Khittah NU yang meliputi bidang faham keagamaan,  bidang kemasyarakatan dan bidang kehidupan Berbangsa dan Bernegara NU sudah mempunyai bekal lewat ajaran yang terkandung dalam al-Qur'an dan al-Hadits.

Ke IPNU IPPNU an

Ke IPNU IPPNUan

SEJARAH  IPNU

A.    LATAR BELAKANG
Beberapa hal yang melatar belakangi mengapa IPNU didirikan adalah:
1.      Belum adanya wadah resmi bagi para pelajar dan santri NU, sehingga banyak pelajar NU yang bergabung dengan organisasi yang bukan milik NU. Seperti PII (Pelajar Islam Indonesia)
2.      Bangkitnya kesadaran dan tanggung jawab moral untuk mempersiapkan kader NU yang tangguh dimasa yang akan datang.

Organisasi pelajar dan santri NU sebelumnya adalah :
a. Tsamrotul Mustafidin (1936)
b. PERSANO (Persatuan Santri Nahdlatul Oelama)
c. PERPENO (Persatuan Pelajar NO di Kediri ;1953)
d. IPINO (Ikatan Pelajar Islam NO)
e. IPENO (Ikatan Pelajarn NO di Medan ; 1954) 

IPNU lahir di Semarang pada Tanggal 24 Februari 1954 M / 20 Jumadil Akhir 1373 H.
Para pendirinya adalah :
a.       Tolhah Mansur (Fakultas Hukum UGM) asal Jawa Timur.
b.      Fadlan AGN (FISIPOL UGM) asal Jawa Timur.
c.       Musyahal asal Yogyakarta.
d.      Sofyan Khalil asal Yogyakarta.
e.       Abdul Ghoni Farid asal Semarang.

Pada tahun 1988 Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama berubah namanya menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama menjadi Ikatan Putri-putri Nahdlatul Ulama karena gejolak politik orde baru yang melarang adanya organisasi apapun di sekolah selain OSIS. Peristiwa perubahan nama tersebut dikenal dengan nama DEKLARASI JOMBANG.
Pada tahun 2003 di Asrama Haji Sukolilo Surabaya nama Ikatan Putra Nahdlatul Ulama kembali menjadi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, begitu juga Ikatan Puteri-Puteri Nahdlatul Ulama menjadi Ikatan Puteri Nahdlatul Ulama. Yang bertepatan dengan Kongres IPNU Ke XIV dan Ke XIII IPPNU. Keterbukaan era reformasi menjadi kekuatan besar kembalinya nama IPNU-IPPNU tersebut.

Ø  Tingkatan struktur organisasi:
a.       Pimpinan Pusat (PP) untuk tingkat Nasional.
b.      Pimpinan Wilayah (PW) untuk tingkat Provinsi.
c.       Pimpinan Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten.
d.      Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) untuk perwakilan diluar Negeri.
e.       Pimpinan Anak Cabang (PAC) untuk tingkatan Kecamatan.
f.       Pimpinan Ranting (PR) untuk tingkat Desa/Kelurahan.
g.      Pimpinan Komisariat (PK) untuk tingkat Sekolah/Pondok Pesantren.

VISI :  Terbentuknya pelajar-pelajar bangsa yang bertaqwa kepada Allah SWT, Berilmu, Berakhlak mulia, Berwawasan kebangsaan, Memiliki kesadaran dan tanggungjawab atas tegak dan terlaksananya syariat Islam menurut Faham Ahlussunah Wal Jama’ah, Pancasila dan UUD 1945.

MISI :
1. menghimpun dan membina pelajar-pelajar NU dalam wadah organisai.
2. mempersiapkan kader-kader intelektual  sebagai penerus perjuangan bangsa.
3. mengusahakan tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan perkembangan masyarakat guna terwujudnya ghoeru ummah.

Ø  Bentuk                  : Badan Otonom NU
Ø  Kenggotaan           : Anggota IPNU adalah setiap pelajar islam atau remaja usia 13 – 29 tahun
yang menyatakan keinginannya dan sanggup mentaati peraturan dasar dan   peraturan rumah tangga (PD/PRT) IPNU.
Ø  Struktur dan permusyawaratan
1.      Pimpinan Pusat (PP) tingkat Nasional
-          Kongres
-          Kongres Luar Biasa
-          Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS)
-          Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS)
2.      Pimpinan Wilayah (PW) tingkat Provinsi
-          Konferensi Wilayah (KONFERWIL)
-          Konferensi Wilayah Luar Biasa (KONFERWIL LUB)
-          Rapat Kerja Wilayah (RAKERWIL)
-          Rapat Pimpinan Wilayah (RAPIMWIL)
3.      Pimpinan Cabang (PC) tingkat Kabupaten
-          Konferensi Cabang (KONFERCAB)
-          Konferensi Cabang Luar Biasa (KONFERCAB LUB)
-          Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB)
-          Rapat Pimpinan Cabang (RAPIMCAB)
4.      Pimpinan Anak Cabang (PAC) tingkat Kecamatan
-          Konferensi Anak Cabang (KONFERANCAB)
-          Rapat Kerja Anak Cabang (RAKERANCAB)
-          Rapat Pimpinan Anak Cabang (RAPIMANCAB)
5.      Pimpinan Ranting (PR) tingkat Desa/Kelurahan setingkat dengan Pimpinan Komisariat (PK) tingkat Sekolah atau Pondok Pesantren.
-          Rapat Anggota
-          Rapat Anggota Luar Biasa
-          Rapat Kerja Anggota

B Lambang IPNU



a.      Lambang IPNU
Lambang IPNU berbentuk bulat. Warna dasar hijau, berlingkar kuning di tepinya, dengan diapit dua lingkaran putih. Di bagian atas tercantum akronim “IPNU” dengan tiga titik di antara hurufnya dan diapit tiga garis lurus pendek berwarna putih dan salah satunya lebih panjang pada bagian kanan dan kirinya. Di bawah akronim IPNU terdapat bintang sembilan berwarna kuning, lima terletak sejajar yang satu di antaranya lebih besar terletak di tengah, dan empat bintang lainnya mengapit membentuk sudut segi tiga. Di antara bintang yang mengapit terdapat dua kitab dan dua bulu angsa bersilang berwarna putih.

Arti lambang :
  1. Warna dasar hijau ; Kesuburan,   kebesaran
  2. Warna putih ; Kesucian
  3. Warna kuning ; Hikmah yang tinggi
  4. Bentuk bulat ; Kontinyu dan dinamis
  5. Tiga titik di antara kata “IPNU” ; Iman, Islam, Ihsan
  6. Enam garis mengapit kata “IPNU” ; Rukun iman
  7. Sembilan bintang ; Lambang keluarga NU / Wali Sanga
  8. Satu bintang besar ; melambangkan Nabi Muhammad SAW
  9. Empat bintang kanan dan kiri ; Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib)
  10. Empat bintang di bawahnya ; Madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali)
  11. Dua kitab ; Al Qur’an dan Hadits
  12. Dua bulu angsa barsilang ; Sintesa antara ilmu agama dan ilmu umum

SEJARAH KELAHIRAN IPPNU

a.             Beberapa hal yang melatarbelakangi mengapa IPPNU didirikan saat itu adalah :
1              Karena tidak tertampungnya kalangan pelajar dan santri putri dalam IPNU
2              Masih kuatnya pandangan dari kalangan NU khususnya kaum tua yang menghendaki pemisahan antara putra-putri, sehingga IPNU hanya beranggotakan putra saja.

b.            Kelahiran IPPNU
Semenjak IPNU berdiri, terjadi kecemburuan dikalangan aktifis santri dan pelajar putri NU tentang kebutuhan wadah sebagai tempat berhimpun dan berjuang. Menyikapi hal ini, kemudian dibentuklah forum diskusi di asrama Putri Madrasah Muslimat asuhan Nyai Masyhud, menjelang Konferensi Panca Daerah IPNU di Solo tahun 1954. Kalangan aktifis putri ini mengusulkan penggabungan santri dan pelajar putri kedalam IPNU. Namun usulan ini ditolak dan hanya dipertimbangkan sebagai Departemen IPNU Putri. Tetapi para putri NU ini, tetap bertekad untuk mewadahi pelajar dan santri putri. Akhirnya dalam pembicaraan di rumah H. Nahrowi bersamaan dengan kongres I IPNU di Malang, usulan ini mendapat dukungan dari Nyai Mahmudah Mawardi (Ketua Muslimat NU) dan KH Sukri Ghozali. Pada tanggal           02 Maret 1955 secara resmi berdirilah organisasi putri NU yang sejajar dengan IPNU, yaitu Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU).
Para tokoh yang terlibat dalam pembicaraan menjelang didirikannya IPPNU adalah Rekanita Umroh Mahfudhoh, Latifah Mawardi, Atiqoh Murtadlo, dan Samsiyah serta sahabati Nihayah dari pengurus fatayat NU. Rekanita Umroh Mahfudhoh ditetapkan sebagai Ketua Umum IPPNU, dan selanjutnya dikenal sebagai pendiri IPPNU.

Beberapa rekanita yang pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat IPPNU adalah :
1              Umroh Mahfudhoh (1955-1956) Gersik Jawa Timur
2              Basyiroh Soimuri (1956-1968 dan 1958-1960) Solo Jawa tengah
3              Mahmudah Nachrowi ( 1960-1963) Malang Jawa Timur.
4              Farida Mawardi ( 1963-1966), Surakarta Jawa Tengah.
5              Machsanah Asnawi (1966-1970), rembang Jawa Tengah
6              Ratu Ida Mawaddah ( 1970-1976), Serang Banten Jawa Barat.
7              Misnar Ma’ruf (1976-1981), Padang Sumatera Barat.
8              Titin asiyah ( 1981-1988) Jakarta.
9              Ulfah Mashfufah ( 1988-1991; 1991-1996), jawa Timur.
10          Safira Machsurah (1996-2000) Yogyakarta.
11          Ratu Dian hatifa ( 2000-2003), Banten Jawa Barat.
12          Siti Soraya Devi (2003-2006), Cirebon Jawa Barat.
13          Wafa Patria Ummah (2006- 2009) Jawa Timur.



Profil IPPNU

Nama                  :  Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul  Ulama (IPPNU)
Berdiri                :  Malang, 02 Maret 1955 M atau 08 Rajab 1374 H
Tokoh Pendiri    :  Umrah Mahfodhoh, Atikah Murtadlo, Latifah Mawardi
Visi                     :  Terbentuknya kesempurnaan kepribadian pelajar putri Indonesia yang bertaqwa kepada Alloh SWT, berilmu, berakhlak mulia, berwawasan kebangsaan, memiliki kesadaran dan tanggungjawab atas tegak dan terlaksananya syariat islam menurut faham Ahlusunnah wal Jama’ah, Pancasila dan UUD 1945.
Misi                    :  1.   Menghimpun dan membina pelajar-pelajar putri NU dalam wadah organisasi
2.      Mempersiapkan kader-kader intelektual sebagai penerus perjuangan bangsa
3.      Mengusahakan tercapainya tujuan organisasi sesuai dengan perkembangan masyarakat guna terwujudnya Khaeru Ummah.
Bentuk               : Badan Otonom NU





B    Lambang IPPNU




a.      LAMBANG IPPNU
Lambang IPPNU berbentuk segi tiga sama kaki. Warna dasar hijau, garis tepi berwarna kuning diapit dua garis berwarna putih. Di dalamnya terdapat bintang sembilan berwarna kuning, satu diantaranya paling besar terlatak paling atas, empat bintang ke bawah di kanan dan kiri. Di bawah antara bintang, terdapat dua kitab dan dua bulu angsa bersilang berwarna putih. Di bawah bulu angsa terdapat kata “IPPNU” dengan lima titik di antara hurufnya dan diapit dua kuntum bunga melati.

Arti lambang :
1.      Warna dasar hijau ; Kesuburan, kebesaran
2.      Warna putih ; Suci
3.      Warna kuning ; Hikmah yang tinggi
4.      Bentuk segi tiga ; Istiqomah, kokoh dan Iman, Islam, Ihsan.
5.      Lima titik pada kata “IPPNU” ; Rukun islam.
6.      Dua kuncup bunga melati ; Perempuan dengan kebersihan pikiran dan kesucian hati.
7.      Dua garis putih mengapit garis kuning ; Dua kalimat syahadat.
8.      Bintang ; Ketinggian cita-cita.
9.      Sembilan bintang ; Lambang keluarga NU
10.  Satu bintang besar di tengah atas ; Nabi Muhammad SAW.
11.  Empat bintang kanan ; Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali)
12.  Empat bintang kiri ; Madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali)
13.  Dua Kitab ; Al Qur’an dan Hadits
14.  Dua bulu angsa bersilang ; Sintesa antara ilmu agama dan ilmu umum.

Jenjang Pengkaderan Formal IPNU – IPPNU

      Sebagai organisasi kader IPNU – IPPNU mempunyai jenjang pengkaderan yang harus diikuti oleh para anggota. Jenjang pengkaderan di IPNU – IPPNU terdiri dari :
1.      Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA)
         MAKESTA adalah pelatihan untuk merekrut anggota IPNU dan IPPNU secara sah. MAKESTA dilaksanakan oleh PR atau PK atau gabungan beberapa PR atau PK, dan jika PR atau PK belum terbentuk atau belum mampu boleh diselenggarakan oleh PAC.

2.      Latihan Kader Muda (LAKMUD)
    LAKMUD adalah pelatihan yang menekankan pada pembentukan watak, motivasi pengembangan diri dan rasa memiliki organisasi dan keterampilan berorganisasi serta upaya pembentukan standar kader. LAKMUD diselenggarakan oleh PAC atau gabungan beberapa PAC atau jika PAC belum mampu boleh diselenggarakan oleh PC.

3.      Latihan Kader Utama (LAKUT)
         LAKUT adalah pelatihan yang membentuk idealisme kader sehingga mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan skill organisasi secara optimal. LAKUT diselenggarakan oleh PC atau gabungan beberapa PC dengan berkoordinasi dengan PW, dan juga boleh dilaksanakan oleh PW.

Jenjang Pengkaderan Non Formal IPNU–IPPNU
1.      Latihan Pelatih I (LATPEL I)
         LATPEL I adalah pelatihan yang menitik beratkan pada pengembangan skill dan wawasan tentang tata cara dan proses melatih dalam rangka mempersiapkan tenaga pelatih di lingkungan orgnisasi berdasarkan kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi.         LATPEL I diselenggarakan oleh PC atau gabungan beberapa PC dengan berkoordinasi dengan PW, dan juga boleh dilaksanakan oleh PW.
2.      Latihan Pelatih II (LATPEL II)
         LATPEL II adalah pelatihan yang menitik beratkan pada pengembangan skill dan wawasan tentang tata cara dan proses melatih dalam rangka mempersiapkan tenaga pelatih di lingkungan organisasi serta merancang dan mengembangkan system pelatihan berdasarkan kebutuhan kader dan kebutuhan organisasi. LATPEL II diselenggarakan oleh PC atau gabungan beberapa PC dengan berkoordinasi dengan PW, dan juga boleh dilaksanakan oleh PW.

PAKAIAN RESMI IPNU

                                                                      

                  






                                       Warna bahan : abu-abu kebiruan 
                  : Logo IPNU
: Sebelah kiri (Tingkat kepengurusan)
: Sebelah kanan (Nama)             
: Provinsi, Kabupaten, Kecamatan,  Dst.


 




PAKAIAN RESMI IPPNU
Warna bahan : Abu-abu kebiruan
   : Logo IPPNU
   : Sebelah kiri (Tingkat kepengurusan)
            : Sebelah kanan (Nama)                     
: Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Dst.

Lembaga semi otonom IPNU-IPPNU, yang berfungsi sebagai barisan terdepan dalam mengawal semua aktifitas program kerja  IPNU-IPPNU dalam artian keamanan dan mempunyai program tersendiri, yaitu :


CORP BRIGADE PEMBANGUNAN (CBP)

CBP singkatan dari Corps Brigade Pembangunan. (CBP) merupakan lembaga yang dibentuk pada Kongres IV Ikatan Putra Nahdlatul Ulama yang berlangsung di Pekalongan, Jawa Tengah pada tahun 1965. Lembaga ini pada tujuan awalnya merupakan sebagai wadah berhimpun pelajar dan remaja Nahdlatul Ulama untuk mengokohkan barisan dalam mengimbangi munculnya berbagai barisan-barisan yang mengibarkan panji-panji komunis pada saat itu.
Semangat euforia untuk mengganyang PKI dikalangan Pelajar NU kemudian melahirkan Fron Kepalang Merahan yang merupakan cikal bakal kelahiran CBP. Semangat partisipasi yang tinggi  juga melahirkan CBP wati yang bersama-sama dan bahu membahu dalam berpartisipasi serta mengabdi.
Lembaga CBP dalam sejarah keberperanannya turut mengalami kemunduran seiring dengan  hancurnya kekuatan komunis di Indonesia, dengan dipenuhinya kehendak rakyat yang tercermin dalam tritura oleh pemerintah pada saat itu.
Konggres XII IPNU di Garut, Jawa Barat, 10-14 Juli dalam salah satu rekomondasinya memberikan tugas kepada mandataris kongres untuk mengadakan persiapan yang berkenaan dengan akan diaktifkannya kembali lembaga CBP. Dan kemudian keberadaan lembaga ini dikukuhkan pada kongres IPNU XIII di Makasar Sulawesi Selatan, sekalilgus memberikan rekomondasi agar mengadakan pengembangan manajemen dan potensi organisasi agar lembaga ini dapat menjadi mitra masyarakat dan pemerintah dalam membangun bangsa.

KORP KEPANDUAN PUTRI (KKP)

            Korp kepanduan peteri (KKP) adalah suatu wadah perhimpunan kader-kader IPPNU dalam rangka mengembangkan kreatifitas diri dan sekaligus mengabdikan potensi yang dimiliki untuk memantapkan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan.
Tujuan dibentuknya KKP adalah : terbentuknya pelajar puteri bangsa yang bertaqwab kepada allah swt, berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan serta bertanggungjawab atas tegaknya syariat islam berdasarkan faham ahlusunah wal jama’ah dalam kehidupan bermasyarakat indonesia yang berdasarkan pancasila.

B  Tahap Pendidikan Latihan CBP dan KKP
a.       pendidikan dan pelatihan pertama (DIKLATAMA)
b.      pendidikan dan pelatihan madya (DIKLATMAD)
c.       pendidikan dan pelatihan nasional (DIKLATNAS)

B  Tingkat Kepengurusan CBP dan KKP
a.       Dewan Koordinator Nasional (DKN-CBP/KKP) untuk Tingkat Pusat.
b.      Dewan Koordinator Wilayah (KDW-CBP/KKP) untuk Tingkat Provinsi.
c.       Dewan Koordinator Cabang (DKC-CBP/KKP) untuk Tingkat Kabupaten.
d.      Dewan Koordinator Anak Cabang (DKAC-CBP/KKP) untuk Tingkat Kecamatan.
e.       Regu Korp Kepanduan Puteri (Regu-CBP/KKP) untuk Tingkat Ranting, Komisariat dan Komisariat Perguruan Tinggi.